Sukoharjo — Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak tahun 2019 akhir memunculkan banyak dampak. Salah satu dampak yang muncul adalah gangguan kejiwaan, baik dalam porsi yang kecil sampai dengan besar. Misalkan, munculnya rasa takut dan cemas, baik berkaitan dengan Covid-19 itu sendiri maupun terkait dengan berbagai hal yang secara tidak langsung berhubungan dengan Covid-19 seperti kesehatan, ekonomi, dan pendidikan. Berbagai permasalahan psikologis tersebut penting untuk segera diselesaikan. Terdapat banyak paradigma yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Salah satunya adalah paradigma indigenous. Salah satu tokoh yang pemikirannya sering kali dikaji sebagai metode psikoterapi indigenous adalah Ki Ageng Suryomentaram.

Atas latar belakang tersebut, Muawwalul Bahafi Alamsyah, mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said, terdorong untuk meneliti konsep “Enam Sa” dari Ki Ageng Suryomentaram guna menyelesaikan permasalahan kejiwaan akibat pandemi Covid-19. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Syamsul Bakri, M.Ag., Alamsyah meneliti berbagai dokumen dari Ki Ageng Suryomentaram, yaitu buku Kawruh Jiwa jilid I dan II , Falsafah Hidup Bahagia (Jalan Menuju Aktualisasi Diri) Jilid I dan II, serta Maklumat Hidup Bahagia yang kesemuanya adalah karya dari Ki Ageng Suryomentaram.

Penelitiannya menghasilkan bahwa konsep “Enam Sa” yang terdiri dari sabutuhe, saperlune, sacukupe, sabenere, samestine, sapenake hendaknya dijalankan dalam bentuk satu-kesatuan. Dengan menjalankan “Enam Sa” akan dapat mengendalikan diri dengan  memahami keinginan  (nyawang karap), sehingga akan melahirkan pengetahuan tentang dirinya sendiri (pangawikan pribadi). Tingkatan terakhir adalah manusia tanpa ciri, di tingkatan ini manusia melakukan penghayatan atas setiap dorongan yang muncul. Sehingga, dapat menerima segala sesuatu yang terjadi dan akan melahirkan jiwa yang tenang dan tentram. Dengan menjalankan prinsip “Enam Sa” dapat menghindarkan seseorang dari gangguan kesehatan mental yang ditimbulkan oleh pandemi.

Penelitian tersebut berhasil dipertanggungjawabkan di depan dewan penguji, Dr. Nurisman, M.Ag. dan Siti Fathonah, S.Th.I., M.A., pada 16 Juni 2022. Dengan demikian, Alamsyah berhasil menjadi lulusan Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta yang ke-27 dan berhak menyandang gelar Sarjana Agama di bidang tasawuf dan psikoterapi.

(Red: Ahmad Saifuddin, Foto: iqra.id)

By admintp

Laman Resmi Program Studi Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *