Sukoharjo — Seiring perjalanan waktu, sistem pendidikan mengalami perubahan. Salah satunya adalah munculnya konsep dan implementasi terkait sekolah inklusi. Sekolah inklusi merupakan sekolah yang menampung siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus dalam satu sistem pembelajaran. Konsekuensinya, sekolah tersebut hendaknya memiliki guru pendamping yang secara khusus bertugas untuk mendampingi setiap siswa berkebutuhan khusus. Sekolah inklusi digagas dan diimplementasikan untuk memperjuangkan kesetaraan hak siswa berkebutuhan khusus. Meskipun demikian, bukan berarti sistem tersebut tanpa masalah. Salah satu masalah yang bisa muncul dari sistem sekolah inklusi adalah penerimaan sosial siswa normal terhadap siswa berkebutuhan khusus. Kondisi ini yang mendorong Uswatun Khasanah, mahasiswi Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta untuk meneliti fenomena penerimaan sosial di salah satu sekolah inklusi di Surakarta.
Penelitiannya tersebut dibimbing oleh Lintang Seira Putri, S.Psi., M.A. dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode fenomenologi. Berdasarkan analisis data, diperoleh bahwa bentuk dari penerimaan sosial siswa normal terhadap siswa berkebutuhan khusus berbeda-beda. Siswa normal menunjukkan sikap saling memahami, peduli, perhatian, saling membantu, melakukan aktivitas bersama, dan mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan dengan baik. Penerimaan sosial tersebut dipengaruhi oleh faktor pendukung, misalkan teman sebaya, guru, orang tua, tempat tinggal, sarana prasarana, dan program pendidikan yang diadakan oleh sekolah tersebut. Di sisi lain, juga terdapat faktor penghambat penerimaan sosial, misalkan latar belakang pendidikan siswa yang tidak sama dan karakteristik setiap siswa yang berbeda-beda kemudian mempengaruhi pola pikir dan berperilaku.
Hasil penelitiannya tersebut berhasil dipertahankan dan dipertanggungjawabkan di depan dewan penguji, Dr. Zainul Abas, M.Ag. dan Ahmad Saifuddin, M.Psi., Psikolog, pada Jumat (20/05). Keberhasilannya tersebut menyebabkannya menjadi lulusan Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta yang ke-24. Selain itu, ia berhak menyandang gelar Sarjana Agama di bidang tasawuf dan psikoterapi.
(Foto: www.daily-sun.com, Red: Ahmad Saifuddin)