Sukoharjo — Rabu (03/11) program studi Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta menggelar seminar internasional dengan tema “The Role Of Sufism To Strengthen Religious Moderation”. Seminar diadakan secara daring dan luring dengan menerapkan protokol kesehatan. Narasumber pada acara tersebut adalah Noor Huda Ismail, Ph.D. (Visiting fellow S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Nanyang Technological University (NTU) Singapore) dan Arif Budi Setyawan, S.Pd. (penulis buku “Internetistan” dan mantan narapidana teroris). Seminar internasional diadakan pada pukul 08.30 WIB dan berakhir pada pukul 12.00 WIB di ruang UD306 Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta. Hadir dalam acara tersebut adalah ketua program studi Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta, Supriyanto, M.Ud., para dosen program studi Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta, serta para peserta dari berbagai macam latar belakang.

Selama acara, Arif Budi Setyawan, S.Pd. menjelaskan bahwa konsep tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa dalam tasawuf diperlukan dalam jihad. Meskipun demikian, tazkiyatun nafs juga dibutuhkan dalam rangka menghindarkan individu dari kerentanan dari radikalisme dan terorisme atas nama agama. Hal ini disebabkan ketika individu selalu berupaya menyucikan jiwanya, maka individu tersebut melakukannya dengan muhasabah atau wawas diri. Proses muhasabah ini penting dilakukan justru bukan setelah melakukan sesuatu, namun sebelum melakukan sesuatu. Individu yang melakukan muhasabah sebelum melakukan tindakan yang dianggap jihad, maka individu tersebut akan berpikir bahwa jihad tersebut hendaknya membawakan kemanfaatan, bukan kemadaratan. Jika jihad yang dilakukan malah merusak dan merugikan orang lain, maka itu bukan jihad yang benar. Arif Budi Setyawan juga selalu mendorong para peserta untuk selalu bersikap terbuka dan mengedepankan proses berpikir yang berorientasi pada dampak sosial. Dengan demikian, individu tidak akan mudah terpengaruh pada gerakan radikalisme dan terorisme.

Adapun Noor Huda Ismail, Ph.D. juga menyampaikan hal yang sama, bahwa muhasabah menjadi poin penting bagi individu untuk tidak mudah terjebak pada radikalisme dan terorisme atas nama agama. Noor Huda Ismail, Ph.D. menjelaskan bahwa proses muhasabah hendaknya dilakukan dengan menggunakan masukan dan konsep dari berbagai kelompok yang heterogen. Sehingga, pola pikir menjadi terbuka serta pertimbangan untuk bertindak semakin banyak dan menyeluruh. Selain itu, Noor Huda Ismail, Ph.D. juga menjelaskan bahwa tidak ada orang yang terlahir sebagai teroris. Semua teroris mengalami proses di tengah perjalanan kehidupannya dengan berbagai bentuk dan faktor yang menyebabkannya melakukan perilaku radikal dan teror. Oleh karena itu, stigma terhadap mantan terorisme tidak perlu dilakukan. Terakhir, Noor Huda Ismail, Ph.D. memberikan peringatan kepada para peserta untuk bijak dalam menggunakan media sosial. Hal ini disebabkan para teroris dan individu yang terkait dengan gerakan teroris menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menyebarluaskan propagandanya. Media sosial juga digunakan untuk teroris dalam mencari pasangan, sehingga banyak perempuan yang terjebak untuk tertarik ikut berjihad. Di akhir acara, para peserta dan kedua narasumber berdialog.

(Red: Ahmad Saifuddin – Sekretaris Tasawuf dan Psikoterapi UIN Raden Mas Said Surakarta)

By admintp

Laman Resmi Program Studi Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *