Sukoharjo — Sabtu (10/04) Himpunan Mahasiswa Program Studi Tasawuf dan Psikoterapi (HMPS TP) Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Surakarta menggelar kembali Pelatihan Tari Sufi yang bertempat di Gedung Fakultas Ushuluddin dan Dakwah ruang 309 IAIN Surakarta. Acara ini merupakan lanjutan dari acara Perkenalan Tari Sufi yang telah sukses diadakan sebelumnya, juga merupakan pelatihan pertama sejak beberapa lama harus berhenti karena terkendala oleh adanya pandemi Covid-19 dan akan menjadi acara rutinan dari HMPS TP untuk ke depannya. Nitia Wahid Siti Syamsiyah dan Muhammad Sirodjudin Zuhdi yang sebelumnya mengisi acara Pengenalan Tari Sufi kembali berkesempatan untuk menjadi pemateri sekaligus pelatih tari sufi dalam acara tersebut. Nitia Wahid Siti Syamsiyah merupakan mahasiswa program studi Tasawuf dan Psikoterapi angkatan 2017. Selain itu, Nitia Wahid Siti Syamsiyah dan Muhammad Sirodjudin Zuhdi pernah menjadi murid dan belajar tari sufi dari Drs. KH. Muhammad Ali Shodiqin, lebih akrab disapa dengan Gus Ali Gondrong, pengasuh pondok pesantren Roudlotun Ni’mah Semarang dan pengasuh komunitas Manunggaling Ati Lan Fikiran Ing Dalem Shalawat atau sering disingkat dengan Mafia Shalawat. Dengan demikian, tari sufi yang diajarkan di program studi Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Surakarta memiliki mata rantai keilmuan (sanad) yang jelas.
Acara tersebut dihadiri oleh para mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi dan juga terbuka untuk umum. Sepanjang berjalannya pelatihan semua peserta tetap menaati protokol kesehatan (prokes) yang ada karena pandemi Covid-19 belum berakhir. Walaupun begitu, kondisi tersebut tidak mengurangi antusiasme para peserta untuk mengikuti dan mempelajari setiap hal yang diberikan oleh para pemateri. Acara pelatihan dimulai tepat pukul 09.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 12.00 WIB.
Para peserta diajarkan langkah demi langkah dalam melakukan tari sufi ini, mulai dari sikap awal dalam tariannya, tahapan dan ritual yang harus dilakukan saat menari tari sufi, bahkan posisi kaki yang sangat menentukan perputaran dalam tari sufi juga turut diperhatikan (kaki kiri digunakan untuk menjadi tumpuan saat penari sedang berputar). Tidak hanya sekedar mendengarkan materi, para peserta pun diberi kesempatan untuk mempraktikannya secara perlahan–lahan. Saat pertama kali mencoba, adalah sebuah hal yang wajar bagi banyak peserta untuk masih merasakan pusing saat berputar. Namun, lambat laun hal itu akan dapat teratasi apabila para penari semakin berserah diri dan hanya berfokus untuk berzikir kepada Allah swt.
(Foto dan Red: Departemen Kominfo HMPS TP 2021)