“NGOBRAS KOPI SUFI: QUR’AN UNTUK GENERASI MILENIAL”
Oleh: Abd Haris
Banyak hal yang dapat dilihat dari generasi milenial, generasi yang selalu memandang problem kehidupan dengan cara unik, entah cara berpikir, bercanda, bermain, ataupun berhubungan sosial. Kebanyakan aktifitas mereka terekam jelas di media sosial, yang membuat menarik untuk diperhatikan adalah bagaimana cara berpikir mereka yang seakan akan memiliki kepribadian ganda, di media sosial ia terlihat sangat terbuka dan bahagia tetapi di kehidupan sehari hari sangat tertutup dan penyendiri, di kehidupan nyata mereka sedikit sekali berbicara tetapi di dunia maya mereka bisa bicara seperti tanpa ada batasnya. Sebenarnya kepribadian ganda ini akan membuat bingung jiwa mereka, yang pada ahirnya nalar berapikir mereka akan sering terbolak balik. Sering juga didapati bahwa generasi milenial tak tahu mana yang bersifat primer (utama) dan mana yang bersifat sekunder (penunjang). Beberapa contoh misalnya makan adalah kebutuhan primer, dan tempat makan itu sifatnya sekunder. Generasi milenial akan lebih mementingkan tempat makan daripada makan itu sendiri, sebab tempat makan membuatnya lebih eksis daripada makan. Menulis dan berpikir itu tujuan utamanya pelajar sebagai tanda eksistensi dirinya, sedang menjadi viral itu bonusnya. Generasi milenial menjadi viral merupakan tujuannya, sedang spam dan hidup bermalas malasan adalah caranya.
Qur’an untuk generasi milenial adalah qur’an yang friendly, yang bisa menyesuaikan tradisi mereka tanpa merubah pola pikir al-Qur’an itu sendiri. Mau bagaimanapun qur’an sampai sekarang tetap eksis dan kontekstual. Hanya tergantung bagaimana cara pengajarnya saja untuk lebih membumikan al-Qur’an. Ketika al-Qur’an diajarkan dengan cara tekstual pasti yang ada akan benturan dengan generasi masa kini. Sebenarnya al-Qur’an adalah bahasa yang sangat mudah, lebih rumit bahasa asing. Ia kalamullah yang sifatnya memakai bahasa manusia dan disampaikan lewat manusia pula. Coba perhatikan setiap kata dari bahasa Arab itu secara umum tersusun dari tiga huruf, misal kata كتب yang berarti menulis jika ingin dirubah dari kata kerja menjadi kata tempat tinggal dikasih huruf م depannya menjadi مكتب yang artinya tempat menulis (meja). جلس yang artinya duduk menjadi مجلس yang artinya majlis (tempat duduk), سجد yang artinya sujud menjadi مسجد yang artinya tempat sujud (masjid). Atau lihat setiap susunan bahasanya yang hampir mirip mirip misal سورة dan صورة itu satu kata yang pengucapannya hampir sama tetapi artinya berbeda, satu artinya surat satunya lagi artinya gambar. Hal ini sebenarnya ingin menunjukkan bahwa bahasa al-Qur’an adalah bahasa yang mudah dipahami, dan mudah di hafalkan. Bagaimana tidak, seseorang melafalkan صورة secara tidak sadar ia akan mengingat huruf ص dan sekaligus ingat artinya.
Qur’an untuk generasi milenial adalah qur’an yang memiliki sifat membenahi prilaku pembacanya, merubah pola pikirnya. Ketika generasi milenial yang memiliki kepribadian ganda, yang gampang berubah ubah, tak mengerti arah dan tujuan hidupnya, qur’an secara pelan pelan akan menjadi terapis baginya. Bagaimana caranya? Yaitu dengan mentahsin (memperindah) pola pikirnya, membenarkan tanpa harus menyalahkan. Dalam tahsin al-Qur’an ada yang namanya hukum bacaan idzhar yang artinya jelas, coba tanyakan ke mereka siapa jelasnya diri mereka untuk saat itu juga, agar mereka paham apa hak dan kewajibannya, jika mereka jawab pelajar pastinya tanggung jawabnya adalah belajar. Selain itu ada juga bacaan ikhfa yang maksudnya adalah samar, coba tanyakan apa dihidupnya yang mereka bingungkan, supaya yang samar mampu menjadi jelas. Sebab seringnya masalah mereka dishare pada tempat yang tidak tepat sehingga posisinya menjadi terbolak balik, hal yang harusnya dijelaskan pada yang bersangkutan agar tidak samar justru ia share ke publik (media sosial), hal yang harusnya samar (menjadi privasi) justru mereka jelaskan ke ranah publik, akibatnya semakin tidak jelas. Ada juga yang namanya ghunnah, artinya menahan. Coba tanyakan ke mereka seringnya mereka menahan atau memendam, bisa dipastikan jawabannya adalah memendam. Memendam dan menahan itu memiliki arti berbeda, menahan itu mencegah masalah untuk tidak masuk perasaan, sedang memendam itu memasukkan masalah pada perasaan. Akibat sering memendam adalah sikap yang mudah baper, dan sesuatu yang terpendam jika terkeluarkan bisa jadi meluap, emosional, dan tak terkontrol. jika dishare pada tempat yang tidak tepat ini bahaya, bisa jadi menanggapi masalah yang berbeda tetapi tetap dengan perasaan yang sama.
Qur’an menjadi asing di generasi milenial sebab para pengajarnya kurang bisa menyesuaikan pada mereka yang mempelajarinya. Saat pengajar beranggapan bahwa membaca qur’an jika salah pelafalannya akan mendapat dosa, membacanya harus dengan niat yang tulus tidak boleh main main, harus konsisten tidak boleh sesukanya sendiri dan seterusnya, ini akan membuat mereka (generasi milenial) semakin jauh. Ketika salah pelafalannya kemudian di bully dan ditertawakan, itu akan semakin membuatnya minder, ujung ujungnya mereka lebih memilih melafalkan lirik lagu tinimbang qur’an. Salah bukan untuk disalahkan, tetapi salah itu untuk dibenarkan. Salah bukan untuk di ditertawakan dan di bully habis habisan, tapi salah untuk dicontohi bagaimana pelafalannya yang benar. Dengan seperti itu mereka tidak merasakan sedang disalahkan, tetapi sedang dibenahi. Qur’an akan rumit jika diajarkan dengan kekakuan, benar secara teks memang qur’an banyak membahas tentang hukum, akan tetapi qur’an hadir bukan untuk menghukumi tetapi membenahi pembacanya. Banyak dalam qur’an yang menceritakan pergolakan pikiran antara logika Islam dengan logika jahiliyah ataupun Yahudi. Sebab Islam datang dengan logika yang sangat masuk akal sehingga banyak dari mereka yang ahirnya iman. Dari hal ini menunjukkan bahwa qur’an datang pertama kali bukan menentukan hukum tetapi membenarkan cara berpikir manusia. Di zaman ini Qur’an menjadi sangat rumit disebabkan oleh pengajarnya yang selain tak bisa memahami secara kontekstual, juga para pengajar lebih sering membawa teks al-Qur’an pada ranah politis, disini akan semakin semu, dan generasi milenial yang identik bingung akan bertambah bingung, pada ahirnya qur’an bukan sebagai petunjuk (pedoman hidup) lagi, tetapi sebagai kalam Tuhan yang sakral tak mudah disentuh dan didekati siapapun, termasuk generasi milenial.