Penulis: Dr. Hamdan Maghribi, M.Phil.

Abū Naṣr ‘Abd Allāh ibn ‘Alī ibn Muḥammad ibn Yaḥyā al-Sarrāj al-Ṭūsī (w. 378/988) lahir dan wafat di Nisyābūr, Iran. Tidak ada catatan tentang tanggal lahirnya. Hidup di era dinasti ‘Abbāsiyyah yang saat itu mengalami disintegritas (konflik). Ayahnya seorang zāhid taat, menurut al-Sulami (w. 412) muridnya, ayah al-Sarrāj wafat dalam keadaan sujud saat shalat.
Al-Sarrāj seorang Faqīh, lebih dikenal sebagai Ṣūfī, penulis otoritatif tentang doktrin tasawuf. Sedikit informasi tentang biografi al-Sarrāj; al-Sulamī bahkan melewatinya. Dalam buku-buku biografi hanya ditulis singkat; Tażkirah al-Auliyā’, Nujum, Tārikh al-Islām, Sażarāt al-Żahab, Safīnah al-Auliyā’. Lahir di Ṭūs, w. 378/988 di Naisyabūr, Iran. Julukannya Ṭāwūs al-Fuqarā’ (Burung Merak Kaum Miskin), dia juga seorang pengembara spiritual; Baṣrah, Baghdād, Damaskus, Ramalah, Antokhia, Tyre, Tripoli, Kairo, Dimyāṭ, Bastam, Syustar, Tabrīz. Konon, al-Luma‘ adalah catatan-catatannya atas perjalanan spiritual di kota-kota tersebut.
Banyak karya tentang tasawuf, yang tersisa dan dicetak hingga hari ini baru al-Luma‘. Kenapa menulis al-Luma‘, permintaan seorang sahabat untuk menjelaskan sejatinya tasawuf yang telah menjadi kontroversi di masyarakat luas saat itu. al-Luma‘ berisi argumentasi al-Sarrāj, dengan banyak mengutip para sufi sebelumnya, bahwa tasawuf tidak bertentangan dengan Islam, Sufi sejati adalah mereka yang meneladani Nabi dan para Salaf al-Ṣāliḥ. al-Luma‘ adalah karya apologetik kaum sufi atas tuduhan telah keluar dari Islam. al-Sarrāj membela sekaligus mengkritis para Sufi dan praktik tasawuf yang diamalkan saat itu. al-Luma‘ adalah catatan kutipan-kutipan para sufi klasik yang dihimpun oleh al-Sarrāj; dari 40 sufi zamannya secara langsung dan 200 sufi sebelum zamannya. Meski demikian, ia membela keadaan trance para Sufi yang melahirkan ungkapan-ungkapan ‘tidak jelas’ (syaṭaḥāt). Di sejumlah bagian, mengutip al-Ḥallāj dan Abū Yazīd al-Bisṭāmī. Menurutnya, hal ini harus dilihat konteks dan keadaan yang mengucapkan. Syaṭaḥāt tidak bisa dan tidak boleh dipahami dengan logika. Karena itu ia tidak bisa dijadikan panduan, ia hanya fenomena seorang Sufi ketika mendapat luapan-luapan ekspresi cinta. Menurutnya, ajaran Islam yang holistik dan proporsional harus mengacu pada tiga hal; al-Qur’ān, sunnah Rasul, dan ḥikmah para Sufi, gabungan antara ahl-hadis, faqīh, dan sufi.
Kapan al-Luma‘ ditulis? tidak ada keterangan detil. Kitab ini berisi 470 halaman yang terdiri dari 152 bab;
Bab 1-9, Hubungan Tasawuf dan Islam, perbedaan faqih, muhaddis, dan sufi, karakter sufi, doktrin tasawuf berasal dari al-Qur’ān dan Sunnah.
Bab 10-11, Asal muasal nama tasawuf
Bab 12-14, Tasawuf sebagai bentuk Iḥsān; hakikat, makna, dan turunannya
Bab 15-18, Tauhid dan Ma’rifat
Bab 19-37, Maqāmāt dan Aḥwāl
Bab 38-46, Makna tersembunya al-Qur’ān
Bab 47-50, Keteladanan Nabi
Bab 51-55, Tafsir Sufi
Bab 56-62, Sisi sufistik sahabat
Bab 63-88, Adab para Sufi; rukun Islam, mu‘amalah
Bab 89, definisi doktrin sufi yang berbeda-beda
Bab 90, surat para Sufi
Bab 91, Pengantar surat para Sufi
Bab 92, Puisi Sufi
Bab 93, Salat
Bab 94, Wasiat para sufi
Bab 95-96, Samā‘
Bab 97-112, Wajd
Bab 113-118, Karamah
Bab 119-120, Istilah teknis tasawuf
Bab 121-132, Ekspresi pengalaman spiritual para Sufi
Bab 133-152, doktrin menyimpang para sufi

Al-Luma‘ adalah ensiklopedia tasawuf awal dalam peradaban Islam, tasawuf adalah dimensi batin (esoterik) dalam Islam yang bersumber dari al-Qur’ān dan Sunnah yang memiliki makna lahir dan batin. Menurutnya semua ilmu berujung pada tasawuf. Ilmu lain bisa dikuasai sufi, tapi tasawuf tidak mungkin dikuasai kecuali oleh para sufi.
Hadis-hadis yang berbunyi, “seandainya kalian tahu” adalah penjelasan kalau ada hal-hal tersembunyi yang tidak bisa dipahami kebanyakan orang. ‘Alī meriwayatkan, “Rasūlullāh mengajariku tujuh bab ilmu yang tidak seorangpun tahu selain diriku”. Akan selalu ada qutb (sumber) kebenaran. Untuk mencapai ilmu ini, tidak bisa hanya dengan akal, harus dengan manhaj spiritual; orang beriman melihat Allāh dengan cahaya-Nya, Sufi melihat langsung. Orang beriman akan tenang dengan mengingat Allah, sedang Sufi tidak akan tenang kecuali bersama-Nya.

By admintp

Laman Resmi Program Studi Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *