Sukoharjo — Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta kembali mengadakan diskusi tentang ketasawufan. Diskusi tersebut diadakan pada Jumat (20/09) di laboratorium sufi healing Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta mulai pukul 14.00 WIB – 16.00 WIB. Tujuan diadakannya diskusi rutin ini adalah untuk memperkuat suasana akademik sekaligus memperkuat pengetahuan mahasiswa tentang ketasawufan dan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan tasawuf. Pada kesempatan tersebut, bertindak selaku narasumber adalah Dr. Hamdan Maghribi, M.Phil. (dosen Tasawuf dan Psikoterapi UIN Raden Mas Said Surakarta dan penulis). Tema yang diangkat pada diskusi tersebut adalah “Tasawuf dan Manusia Modern”, terinspirasi dari buku Seyyed Hossein Nasr yang berjudul “Islam and the Plight of Modern Man“.
Nestapa manusia modern, menurut Seyyed Hossein Nasr, bukan karena terbelakang. Tapi justru ‘terlalu’ maju (over development) serta mereduksi sumber kebenaran dan kebaikan hanya pada dua hal besar, yaitu rasionalisme dan empirisisme. Aspek metafisika dan spiritual dianggap tidak ilmiah atau pseudoscience. Islam datang tidak untuk menentang kemajuan, justru Islam mendorong umatnya untuk selalu maju dan berkembang. Hanya saja, tidak mereduksi ukuran hanya pada rasionalitas dan empiris. Nestapa manusia modern, berakar dari polusi jiwa ketika manusia dengan jumawa menganggap dirinyalah pusat semesta, alam dilihat laiknya ‘pelacur’ yang bisa dieksploitasi sesuai nafsu. Bertolak belakang dengan pandangan Islam yang melihat alam laiknya ‘istri’, meski dimanfaatkan, tapi juga dinafkahi, dirawat, dan dijaga dengan penuh tanggungjawab dan cinta.
Dalam konteks dunia modern, Tuhan hanya dijadikan pelarian ketika ada masalah. Selain itu, salah satu sumber masalah manusia modern adalah meninggalkan Tuhan. Oleh karena itu, menurut Nasr, satu-satunya cara untuk kembali memanusiakan manusia adalah dengan cara menghidupkan spiritual, tasawuf; tapi bukan tasawuf dalam arti sempit, melainkan tasawuf dalam maknanya yang utama, yang bersumber dari wahyu (revelation), intelektual, intuisi, dan akal (reason).
(Red: Hamdan Maghribi & Ulidah, Ed & Foto: AS)